Working Paper PPIW No. 010619
Three Generations Of Slum Upgrading Programs: Lessons From Bandung, Indonesia
Since the 1970s slums and squatters upgrading programs have been in the discussion of scholars. The main question addressed for such attempts is to what extent the programs contribute to the improvements of slum condition and the urban poverty reduction. At the beginning, the programs were focused on the physical improvements of the slums or squatters based on the assumption that if the physical condition is good and the tenure security is improved then the people will help themselves. The reality however was different; there were no significant achievements in the poverty reduction even though the physical condition of squatters or slum settlements did improve. The second generation of the upgrading programs incorporated the social concern through participatory planning. The third generation of upgrading program attempted to improve the quality of life of squatters or slums dwellers, not only through improving the physical condition of the slums and squatters, but also the dwellers’ social and economic condition.
Based on a series of studies in Bandung, this paper argues that for Indonesian case, the first generation of slums upgrading that focused on the physical improvements, was able to develop facilities that were of better quality and last longer than those developed in the second and third generation. Those high quality facilities also showed considerable association with the social economic improvements of the slums dwellers. Meanwhile the second and third generations failed because the programs tended to see the social and economic improvements as an end instead of as a means for poverty alleviation.
Working Paper PPIW No. 011219
Perkembangan Daerah Tertinggal dan Terentaskan di Indonesia
Menjelang dua puluh tahun pasca Otonomi Daerah diimplementasikan di Indonesia, Indonesia belum seluruhnya lepas dari ketertinggalan yang ditunjukkan dengan masih terdapat 122 kabupaten yang dikatagorikan sebagai daerah tertinggal. Permasalahan ketertinggalan sendiri sangat kompleks, tidak hanya terkait dengan ketidakberdayaan dari sisi internal wilayah, seperti terbatasnya sumber daya atau pun kepasitas daerah, tapi juga dari keterkaitannya dengan wilayah eksternal, sehingga penilaian terkait pola perkembangan daerah tertinggal menjadi sangat penting. Terkait hal tersebut, studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola daerah tertinggal dan terentaskan di Indonesia. Dengan menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif serta teknik analisis pembobotan, analisis statistik deskriptif, serta analisis spasial, penelitian ini dilakukan dengan memverifikasi ktagori ketertinggalan wilayah, mengidentifikasi pola spasial ketertinggalan dan pengentasan ketertinggalan, serta mengidentifikasi faktor statistik yang berpengaruh dalam pengentasan ketertinggalan.
Hasil analisis menemukan bahwa pengentasan ketertinggalan di Indonesia masih sangat bias tidak hanya pada Barat Indonesia, tapi juga masih banyak mengandalkan efek penjalaran dari wilayah perkotaan yang berada di sekitar daerah tertinggal. Selain itu juga ditemukan bahwa pada sebagian besar daerah terentaskan yang diamati, penurunan jumlah penduduk miskin juga peningkatan kualitas sumber daya manusia yang signifikan berkorelasi positif terhadap pengentasan daerah tertinggal.
Kata Kunci: daerah tertinggal, terentaskan, pola persebaran